Banner
kelulusan 2024

Aplikasi Siahadu

perpus digital

Login Member
Username:
Password :
Jajak Pendapat
Jika Anda lulusan SMK, apa yang akan Anda pilih?
Wirausaha
Bekerja
Kuliah
  Lihat
Statistik


Agenda
29 April 2024
M
S
S
R
K
J
S
31
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Mars SMKN 2 Salatiga

Teladan Guru Anti-Korupsi

Tanggal : 07-08-2018 13:52, dibaca 3310 kali.

Dalam skala makro korupsi berkelompok, besar-besaran, sangat terorganisasi, direkayasa dan ditutupi bersama—sesuatu yang beberapa waktu terakhir terus diberitakan media—merupakan sesuatu yang sangat sulit dibayangkan oleh sebagian besar masyarakat awam. Dalam skala mikro, sepertinya semua orang pernah berbohong dan sebagian besar orang pernah melakukan korupsi kecil-kecilan. Menggunakan sarana kantor untuk keperluan sendiri, bolos kerja, dan lain-lain. Jadi korupsi telah menjadi semacam budaya yang bersifat negatif dan membahayakan kehidupan sosial bermasyarakat

Maraknya korupsi merasuki hampir seluruh lini kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Yang paling nyata dan sering dilakukan banyak siswa adalah menyontek. Bahkan dalam kasus Ujian Nasional dan sempat menyentakkan naluri dan moralitas bersama, kasus mencontek massal dan terprogram justru dipelopori guru yang harusnya “digugu dan ditiru”, dengan menyuruh siswa yang pandai memberikan contekan kepada teman yang lain. Guru mengorbankan harga diri dan menyalahi kode etik korps-nya sendiri hanya karena mengejar kelulusan UN dan mengharap nilai siswa yang tinggi.

Pencegahan korupsi perlu dilakukan sangat komprehensif, dari berbagai arah, secara serentak dan konsisten, serta sejak sedini mungkin. Pendidikan anti-korupsi yang utuh, selain mengandung telaah berbagai disiplin ilmu, perlu melibatkan keteladanan yang utama. Kejujuran, moralitas, kebaikan, nilai benar-salah, dan tanggung jawab kependidikan perlu diajarkan dengan keteladanan. Dalam dunia pendidikan guru bisa memberikan keteladanan anti-korupsi dalam tiga ranah perilakunya yaitu pra, masa, dan pasca-KBM.

Saat pra-KBM, guru yang bertanggung jawab dan berkarakter anti-korupsi selayaknya mempersiapkan pengajarannya dengan menyusun RPP, silabus, dan perangkat pembelajaran lainnya dengan baik. Selama ini guru hanya membuatnya ketika akan kenaikan pangkat karena dipersyaratkan oleh pengawas dan peraturan perundang-undangan. Atau guru membuat perangkat tersebut karena diperintahkan kepala sekolah ketika institusi akan diaudit dalam rangka akreditasi.

 

 

Semasa KBM jika guru telah membuat perencanaan pembelajaran secara optimal maka ia akan dapat mengajar dengan enjoy, terstruktur dan terprogram dengan baik sehingga target pencapaian kompetensi siswa terpenuhi. Tetapi yang banyak terjadi, guru sudah tidak membuat perencanaan ditambah mengajar tanpa memperhatikan efektivitas dan efisiensi waktu. Banyak guru yang terlambat masuk kelas dan keluar kelas sebelum tanda bel waktu mengajar habis. Ini jelas bentuk korupsi waktu yang sadar atau tidak jika terakumulasi setiap saat akan merugikan siswa dan menurunkan kualitas profesionalisme guru.

Pasca-KBM, guru yang profesional akan mengadakan evaluasi pembelajaran secara berkala dan berkesinambungan dalam bentuk ulangan ataupun pengamatan langsung terhadap kemajuan belajar siswa. Jika ini dilakukan, guru akan mempunyai data nilai yang mengindikasikan pencapaian kemajuan belajar siswa sehingga bisa digunakan untuk mengevaluasi model atau metode pengajaran. Tetapi lagi-lagi yang terjadi guru memang mengadakan ulangan ataupun evaluasi tapi kadang-kadang hasil ulangan dikoreksi seenaknya bahkan tidak dikoreksi sama sekali. Sudah menjadi terminologi umum adanya istilah “ngaji” atau ngarang biji ketika masa-masa penyusunan nilai sebelum penerimaan rapor. Jadi korupsi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang pemberian nilai bisa dihindari.

Sudah saatnya guru merenung dan berinstropeksi bersama, dengan adanya tunjangan profesi yang bertujuan bukan sekedar meningkatkan kesejahteraan guru tetapi yang lebih esensi dan hakiki adalah untuk meningkatkan kualitas pengajaran dalam rangka pencapaian kompetensi siswa. Sehingga beban minimal 24 jam mengajar selama sepekan adalah “an sich” mengajar bertatap muka dengan siswa di kelas yang diimbangi tanggung jawab mempersiapkan, mengevaluasi pembelajaran serta kegiatan lain yang bersifat meningkatkan kualitas pengajaran baik di sekolah di luar kelas maupun di rumah, misalnya membaca dan mereview kembali teori-teori pendidikan, membuat PTK, dan lain-lain.

 



Pengirim : Wachid Nugroho
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas
Nama
E-mail
Komentar

Kode Verifikasi
                

Komentar :


   Kembali ke Atas